BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an merupakan kitab suci yang mulia dan sumber hukum Islam yang pertama
dan utama. Al-Qur’an kaya akan makna. Apabila kita mau meneliti dengan seksama, maka kita pasti akan
menemukan bahwaAl-Qur’an mengandung keunikan-keunikan serta keindahan-keindahan
pada maknanya yang tiada akan pernah
habis untuk dikaji serta dipelajari, dan memberi isyarat makna yang tak
terbatas. Dari sinilah timbul motivasi pada diri kaum muslimin untuk semakin
giat menmpelajari serta menafsirkan ayat demi ayat dalam kitab suci Al-Qur’an
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para sahabat-sahabat nabi Muhammad SAW.
Ayat-ayat dalam kitab suci Al-Qur’an
menyimpan rahasia besar yang tidak semua ayat
memberikan pemahaman secara jelas namun banyak sekali ayat yang membutuhkan penjelasan yang lebih mendalam
mengenai hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Dari sinilah kita fahami
bahwa ternyata ayat-ayat Al-Qur’an itu tidak hanya memberikan pemahaman secara
langsung dan jelas, tetapi ada ayat yang maknanya tersirat di dalam ayat
tersebut.Maha suci Allah dengan segala firman-NYA.
Petunjuk lafaz kepada makna adakalanya berdasarkan
pada bunyi (mantuq, arti tersurat) perkataan yang diucapkan itu, baik
secara tegas maupun mengandung kemungkinan makna lain, dengan takdir maupun
tanpa takdir. Dan adakalanya pula berdasarkan pada pemahaman (mafhum,
arti tersirat)-nya, baik hukum sesuai dengan hukum mantuq ataupun
bertentangan. Inilah yang dinamakan denganmantuq dan mafhum.
Oleh karena itu, agar dapat memahami
dan mengetahui hukum/makna yang terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, dalam
makalah ini akan dipaparkan sedikit penjelasan guna menambah pemahaman pembaca
mengenai sebagian dari qoidah tafsir..Semoga dapat dipahami dengan mudah lagi
bermanfaat.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan manthuq
?dan apa saja macam-macam manthuq?
2.
Apa yang dimaksud dengan mafhum dan apa saja macam-macam mafhum
?
3.
Apa yang dimaksud dengan mafhum muwafaqah ? dan sebutkan
bentuk-bentuknya!
4.
Apa yang dimaksud dengan mafhum
mukhalafah ?dan apa saja jenis-jenisnya?
C.
Tujuan Masalah
1.
Untuk mengetahui pengertian manthuq
dan macam-macamnya.
2.
Untuk mengetahui pengertian mafhum
dan macam-macamnya.
3.
Untuk mengetahui pengertian mafhum
muwafaqah dan bentuk-bentuknya.
4.
Untuk mengetahui pengertian mafhum
mukhalafah dan jenis-jenisnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Manthuq dan
Macam-Macamnya
1. Pengertian Manthuq
Secara etimologi مَنْطُوْقٌ adalah Isim
Maf’ul yang berasal dari (نَطَقَ- يَنْطِقُ) yang artinya berbicara[1]
, jadi مَنْطُوْق berarti yang
dibicarakan.
Sedangkan secara istilah menurut Syafi’i : “ Manthuq ialah sesuatu
yang ditunjuki lafal dan ucapan lafal itu sendiri.[2] Dan menurut Mudzakir, adalah suatu
(makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni penunjukkan makna
berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan[3].
Jadi Manthuq adalah : arti yang diperlihatkan oleh lafaz yang diungkapkan (yakni,
petunjuk arti tidak keluar dari unsur-unsur huruf yang diucapkan).
2. Macam-Macam Manthuq
Dalam kitab “Zubdah al-Itqan fi Ulum al-Qur’an” karya Prof. Dr. Muhammad bin Alwi Al-Maliki
membagi mantuq atas dua bagian, yaitu lafaz yang tidak memiliki
kemungkinan lebih dari satu arti yaitu nash, dan lafaz yang memiliki
kemungkinan lebih dari satu arti yaitu zahir danmu’awal.[4]
a.
Lafaz yang tidak memiliki kemungkinan lebih dari satu arti (nash)
Lafaz yang tidak memiliki
kemungkinan lebih dari satu arti atau nash, ialah lafaz yang bentuknya
sendiri telah dapat menunjukkan makna yang dimaksud secara tegas (sharih), tidak mengandung
kemungkinan makna lain. Misalnya firman Allah dalam QS.Al-Maidah ayat 89:
فَمَنْ
لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّام....
“Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka
kaffaratnya puasa selama tiga hari.”(QS.Al-Maidah : 89 )[5]
Pensifatan “tiga hari”
telah mematahkan kemungkinan “tiga” ini diartikan lain secara majaz (metafora).
Inilah yang dimaksud dengan nash.
Contoh lain dalam QS.
Al-Baqarah ayat 275 :
وَأَحَلَّاللَّهُالْبَيْعَوَحَرَّمَالرِّبَا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.
(QS.Al-Baqarah : 275)[6]
Ayat
di atas menunjukkan secara jelas dan tegas tentang kehalalan jual beli dan
keharaman riba.
b.
Lafaz yang memiliki kemungkinan lebih dari satu arti.
·
Zahir, lafaz yang diberi pemahaman dengan
arti yang lebih diunggulkan. Zahir ialah lafaz yang menunjukkan sesuatu
makna yang segera dipahami ketika diucapkan tetapi disertai kemungkinan makna
lain yang lemah (marjuh).[7] Jadi, zahir itu sama dengan nash
dalam hal penunjukkannya kepada makna yang berdasarkan pada ucapan. Namun dari
segi lain ia berbeda dengannya karena nash hanya menunjukkan satu makna
secara tegas dan tidak mengandung kemungkinan menerima makna lain, sedang zahir di samping menunjukkan satu makna ketika
diucapkan juga disertai
kemungkinan menerima makna lain meskipun lemah. Misalnya firman Allah dalam QS.
Al-Baqarah ayat 173:
… فَمَنِاضْطُرَّغَيْرَبَاغٍوَلاَعَادٍ …
“… tetapi barang siapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedangkan ia
tidak menginginkan dan melewati batas …”.(QS. Al-Baqarah :173)[8]
Lafaz
“baaghin” digunakan untuk makna ”al-Jahil” (bodoh, tidak tahu) dan ”az-dzalim” (melampaui
batas, zalim), tetapi kemungkinan arti yang kedua lebih jelas dan lebih umum
digunakan.
Contoh lain dalam QS.
Al-Baqarah ayat 222 :
… وَلاَ
تَقْرَبُوْهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ …
“…dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum suci …”( QS. Al-Baqarah : 222)[9]
Lafaz
“yathhurna” mempunyai kemungkinan arti “suci dengan terhentinya haid”
dan arti “suci dengan mandi janabah dan wudu”, tetapi dari kedua arti tersebut,
kemungkinan arti yang kedua lebih jelas dan lebih umum digunakan. Kemungkinan
arti yang pertama dari contoh-contoh di atas disebut marjuh (tidak
diunggulkan), sementara kemungkinan arti kedua yang kedua disebut rajih
(diunggulkan).
·
Mu’awwal, Lafaz
yang diberi pemahaman dengan arti yang tidak diunggulkan (marjuh) karena
terdapat indikasi ketidak-mungkinan diberi pemahaman dengan arti yang
diunggulkan (rajih). Mu’awwal ialah lafaz yang diartikan dengan
makna marjuh karena ada suatu dalil yang menghalangi
dimaksudkannya makna yang rajih.[10] Mu’awwal berbeda dengan zahir, zahir
diartikan dengan makna yang rajih sebab tidak ada dalil yang memalingkan
kepada yang marjuh. Contohnya dalam QS. Al-Isra ayat 24 :
وَاحْفَضْلَهُمَاجَنَاحَالذُّلِّمِنَالرَّحْمَةَ …
“..dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kasih
sayang”. (QS.
Al-Isra : 24)[11]
Tidak
mungkin memberikan pemahaman kata “adz-dzulli” pada ayat itu dengan
pengertian “sayap” yang merupakan arti rajih karena pada kenyataannya
memang manusia tidak memiliki sayap. Karenanya, kata itu harus diberi pemahaman
dengan arti lain yang marjuh, yakni perlakuan yang baik terhadap kedua
orang tua.
B.
Pengertian Mafhum dan Macam – Macamnya
1.
Pengertian Mafhum
Secara etimologi mafhum adalah isim
maf’ul yang berasal dari kata (فَهِمَ – يَفْهَمُ) yang artinya
faham[12],
مَفْهُوْمٌ berarti yang difahami.
Sedangkan secara istilah Mafhum
(pemahaman) adalah arti yang tidak diperlihatkan oleh lafaz yang diucapkan
(yakni, petunjuk artinya keluar dari unsur-unsur huruf yang dicapkan).[13]
Menurut Syafi’i Karim, mafhum adalah sesuatu yang ditunjuk oleh lafaz,
tetapi bukan dari ucapan lafaz itu sendiri. Dan menurut Mudzakir, ialah makna
yang ditunjukkan oleh lafaz tidak berdasarkan pada bunyi ucapan.[14]
Dengan kata lain, mafhum ialah
pengertian yang ditunjukkan oleh suatu lafaz tidak dalam tempat pembicaraan,
tetapi dari pemahaman yang terdapat pada ucapan tersebut. Misalnya, hukum yang
dipahami langsung dari teks firman Allah pada QS. Al-Isra’ ayat 23 yang
berbunyi :
فَلاَتَقُلْلَهُمَاأُفٍّوَلاَتَنْهَرْهُمَا
“Maka sekali-kali janganlah kamu
mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka”. (QS. Al-Isra’ : 23)
Dalam
ayat tersebut terdapat pengertian mantuq dan mafhum, pengertian mantuq
yaitu ucapan lafadz itu sendiri (yang nyata = uffin) jangan kamu katakan
perkataan yang keji kepada kedua orang tuamu. Sedangkan mafhum yang
tidak disebutkan yaitu memukul dan menyiksanya (juga dilarang) karena
lafadz-lafadz yang mengandung kepada arti, diambil dari segi pembicaraan yang
nyata dinamakan mantuq dan tidak nyata disebut mafhum.
2.
Macam – Macam Mafhum
Mafhum dibedakan menjadi dua bagian, yakni:
1)
Mafhum Muwafaqah.
2)
Mafhum Mukhalafah
3. Pengertian Mafhum Muwafaqah
dan Bentuk-bentuknya
a. Pengertian Mafhum Muwafaqah
Mafhum Muwafaqah yaitu apabila hukum yang dipahamkan
sama dengan hukum yang ditunjukkan oleh bunyi lafadz. Atau Pemahaman yang
diberikan kepada lafaz mafhum itu selaras dengan yang dimiliki oleh
lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang hukumnya sesuai dengan mantuq.
b. Bentuk-bentuk Mafhum Muwafaqah
Mafhum Muwafaqah dapat dibagi kepada 2 bagian yaitu:
1) Fahwal Khitab, yaitu apabila yang dipahamkan
lebih utama hukumnya daripada yang diucapkan. Seperti memukul orang tua lebih
tidak boleh hukumnya, firman Allah pada QS. Al-Isra’ ayat 23 yang berbunyi :
فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ
وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا
“Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada
keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka”.(QS. Al-Isra’ :23)[15]
Dalam
ayat di atas menerangkan bahwa kata-kata yang keji saja tidak boleh (dilarang)
apalagi memukulnya.
2) Lahnal Khitab, yaitu apabila yang tidak diucapkan
sama hukumnya dengan yang diucapkan, seperti firman Allah SWT dalam surat
An-Nisa ayat 10:
إِنَّ
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَىٰ ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي
بُطُونِهِمْ نَارًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
Sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke
dalam api yang menyala-nyala (neraka)”.(QS. An-Nisaa : 10).[16]
Dalam
ayat di atas menerangkan bahwa membakar atau setiap cara yang menghabiskan harta anak yatim sama hukumnya
dengan memakan harta anak tersebut yang berarti dilarang (haram).
4.
Pengertian Mafhum Mukhalafah dan jenis-jenisnya
a.
Pengertian Mafhum Mukhalafah
Mafhum mukhalafah adalah pengertian yang dipahami
berbeda dengan ucapan, baik dalam istinbat (menetapkan) maupun nafi
(meniadakan).Oleh karena itu, hal yang dipahami selalu kebalikannya daripada
bunyi lafal yang diucapkan. Atau pemahaman yang diberikan kepada lafaz mafhum itu tidak selaras dengan
yang dimiliki oleh lafaz mantuq, dengan kata lain makna yang berbeda
hukumnya dengan mantuq.
Seperti dalam firman Allah swt :
يَأَيُّهَاالَّدِيْنَءَامَنُوْاإِذَانُوْدِىَلِلصَّلَواةِمِنْيَوْمِالْجُمْعَةِفَاسْعَوْاإِلَىذِكْرِاٌللّهِوَذَرُوْااٌلْبَيْعَجذلِكُمْخَيْرٌلَّكُمْإِنْكُنْتُمْتَعْلُمُوْنَ
“apabila kamu dipanggil untuk mengerjakan sholat pada hari jum’at, maka
bersegeralah kamu mengerjakan dan tinggalkan jual beli.” (QS. Al-jum’ah:9).[17]
Dapat
dipahami dari ayat di atas, bahwa boleh jual beli di hari jum’at sebelum adzan
si mu’adzin dan sesudah mengerjakan sholat.
b.
Jenis – jenis Mafhum Mukhalafah
Jenis – jenis mafhum mukhalafah ada 5 yaitu[18]
:
1)
Mafhum shifat
Mafhum shifat yaitu menggantungkan hukum pada
dzat dengan salah satu sifat. Seperti firman Allah ta’ala pada kafarat pembunuhan :
فَتَحْرِيرُرَقَبَةٍمُؤْمِنَةٍ…
“…hendaklah ia (yang membunuh) memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman”. (QS. An-Nisaa : 92)[19]
Mafhumnya, jika hamba sahaya yang
dimerdekakan itu bukan termasuk orang beriman, maka tidak diperbolehkan.
Contoh lain dalam QS.
Al-Hujaratayat 6 :
يَأَيُّهَا الَّدِيْنَ ءَامَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ
فَاسِقٌ م بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنوْا أَنْ تُصِيْبُوْا قَوْمَام بِجَهلَةٍ
فَتُصْبِحُوْا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَدِمِيْنَ.
“ Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang-orang fasikh membawa suatu berita, maka periksalah
dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa
mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”( QS. Al-Hujarat : 6)[20]
Dapat
dipahami dari ungkapan kata ‘fasiq’ ialah orang yang tidak wajib
ditelliti beritanya. Ini berarti bahwa berita yang disampaikan oleh seseorang yang adil wajib
diterima.
2)
Mafhum ‘ilat
atau sebab
Mafhum ‘ilat yaitu menggantungkan atau
menghubungkan hukum sesuatu karena sebab (illatnya). Seperti pengharaman khamr karena memabukkan.
3)
Mafhum ‘adad
atau bilangan
Mafhum ‘adad yaitu memperhubungkan hukum sesuatu
kepada bilangan tertentu. Seperti Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 4.
وَالَّذِينَيَرْمُونَالْمُحْصَنَاتِثُمَّلَمْيَأْتُوابِأَرْبَعَةِشُهَدَاءَفَاجْلِدُوهُمثَمَانِينَجَلْدَةً
“Dan orang-orang yang menuduh
wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat
orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera”. (QS. An-Nur : 4)[21]
4)
Mafhum ghayat
atau tujuan
Mafhum ghayat yaitu membatasi hukum dengan kata “ila”
atau “hatta”. Seperti firman Allah Ta’ala :
يَاأَيُّهَاالَّذِينَآمَنُواإِذَاقُمْتُمْإِلَىالصَّلَاةِفَاغْسِلُواوُجُوهَكُمْوَأَيْدِيَكُمْإِلَىالْمَرَافِقِ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku".(QS. Al-Ma’idah:6)[22]
Contoh lain firman Allah
dalam QS. Al-Baqarah ayat 230 :
فَإِنْطَلَّقَهَافَلاَتَحِلُّلَهُمِنْبَعْدُحَتَّىتَنْكِحَزَوْجًاغَيْرَهُ …
“Kemudian, jika si suami menalaknya
(setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal baginya hingga ia
kawin lagi dengan lelaki yang lain.”( QS. Al-Baqarah: 230)[23]
Mafhumnya, jika perempuan itu sudah menikah
lagi dengan lelaki yang lain, maka si suami yang pertama boleh merujuknya
dengan menikahi kembali.
5)
Mafhum Hashr
atau pembatas
Mafhum Hashr
yaitu pemahaman dari redaksi yang menggunakan hashr (pembatasan). Misalnya firman Allah dalam
beberapa ayat Al-Qur’an :
لاَإِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Tidak
ada Tuhan selain Allah”
Mafhumnya, selain Allah bukanlah Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Manthuq adalah petunjuk makna yang bersifat tekstual,
yaitu petunjuk yang telah jelas pada seluruh atau sebagian artinya berdasarkan
tuturan lafadz itu sendiri.
Mantuq terbagi atas dua bagian, yaitu :
v Lafaz yang tidak memiliki
kemungkinan lebih dari satu arti atau disebut nash
v Lafaz yang memiliki kemungkinan
lebih dari satu arti. Terbagi menjadi dua bagian, yaitu Zahir dan Mu’awwal
2.
Mafhum adalah
pemahaman terhadap makna yang tidak terdapat dalam suatu lafadz. Mafhum
juga terbagi pada dua bagian, yaitu:
v
Mafhum Muwafaqah
v Mafhum Mukhalafah.
3.
Mafhum muwafaqah yaitu apabila hukum yang dipahamkan sama dengan hukum yang ditunjukkan
oleh bunyi lafadz. Mafhum muwafaqah terbagi menjadi 2 yaitu :
v Fahwal khitab
v Lahnal khitab
4.
Mafhum mukhalafah yaitu pengertian yang dipahami berbeda daripada ucapan, baik dalam
menetapkan maupun meniadakkan.
Mafhum
mukhalafah terbagi
menjadi 5 jenis yaitu :
v
Mafhum shifat
v Mafhum 'ilat atau sebab
v Mafhum 'adad atau bilangan
v Mafhum ghayah atau tujuan batas
v Mafhum hashr atau pembatas
B. Saran
Kami sadari dari pembuatan makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu kami selaku penyusun makalah ini memohon saran dan
kritik dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah-makalah yang akan
kami buat selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
AS, Mudzakir.2007. Studi
Ilmu-ilmu Qur’an.Bogor; Litera Antar Nusa.
Hakim, Abdul hamid. 1927. Ushul
Fiqh. Jakarta ; Maktabah Al-adiyat Qatran.
Ismail, Mohammad. Ulumul Qur’an.Dalam http://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/02/manthuq-dan-mafhum_/
.diakses pada 30 september 2014.
Kalebbi, alkautsar.Ulumul Qur’andalam http://alkautsarkalebbi.wordpress.com/2013/12/02/manthuq-dan-mafhum/ .
diakses pada 30 september 2014.
Karim, Syafi’i.
1997. Fiqih – Ushul Fiqih. Bandung; Pustaka Setia.
Munawwir, Ahmad warson. 1997. kamus arab indonesia al-munawwir. Surabaya;
pustaka progressif.
RI, Departemen Agama. 2002. Al-Qur’an dan terjemahnya. Jakarta; CV
Darus Sunnah.
Rosihon.1999. Mutiara
Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Bandung;
Pustaka Setia.
[1]Ahmad Warson Munawwir, Kamus
Arab Indonesia Al-Munawwir (Surabaya: pustaka progressif, 1997), hlm.
1432
[4]Rosihon, Mutiara
Ilmu-ilmu Al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), hlm. 233
[12]Ahmad Warson Munawwir, Kamus
Arab Indonesia Al-Munawwir (Surabaya: pustaka progressif, 1997), hlm. 1075
[18]Abdul hamid hakim, Ushul
Fiqh (Jakarta : Maktabah Al-adiyat Qatran, 1927), hlm. 31