Jumat, 24 Juli 2015

Pendidik dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Untuk mengaktualisasikan tujuan dalam pendidikan Islam, pendidik mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah tujuan terciptanya insan kamil. Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan Islamsangat krusial sebab kewajibannya tidak hanya mentransformasikan pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk mampu menginternalisasikan nilai-nilai pada peserta didik. Bentuk nilai yang diinternalisasikan paling tidak meliputi nilai etis, pragmatis, efek sensorik dan religi.
Secara faktual, pelaksanaan internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang kompleks apa lagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut ditambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan pendidik di sekolah, luar sekolah maupun di masyarakat. Hal ini disebabkan karena profesi pendidik dari segi materil kurang menguntungkan. Karena sebagian masyarakat dalam era globalisasi yang dipengaruhi paham materialisme yang menyebabkan mereka materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik pada umumnya, pendidik dalam pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun psikomotor.
Pendidik dalam pendidikan islam adalah setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan ia mengarahkan tanggung jawab dan amanah pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama, sementara yang menerima tanggung jawab dan agama adalah setiap orang dewasa. Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena tanggung jawabnya atas pendidikan.




B.     Rumusan Masalah
Dari penjelasan di atas dapat diambil beberapa permasalahan yaitu:
1.      Apa yang dimaksud dengan pendidik dan pendidikan dalam Islam?
2.      Apa tujuan dari pendidikan?
3.      Bagaimana pendidikan menurut Al-Qur’an, dan Rasulullah?
4.      Apa saja jenis dan tugas seorang pendidik?
5.      Bagaimana pendidikan menurut tokoh Islam?
6.      Apa hubungan ilmu jiwa dan ilmu pendidikan?
7.      Bagaimana tujuan dan misi pendidikan nasional?

C.    Tujuan
Adapun tujuan dari dibuatnya makalah ini yaitu:
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidik dan pendidikan dalam Islam.
2.      Mengetahui tujuan dari pendidikan serta misi pendidikan nasional.
3.      Mendeskripsikan bagaimana pendidikan menurut Al-Qur’an dan Rasulullah.
4.      Mendeskripsikan pendidikan menurut tokoh Islam.
5.      Mengetahui jenis serta tugas seorang pendidik.
6.      Dan mengetahui hubungan antara ilmu jiwa dan ilmu pendidikan.

D.    Manfaat
Dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi setiap pembaca, terutama mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan agar dapat membentuk calon guru yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai upaya menemukan profesionalisme pendidik.
Selain itu diharapkan makalah ini dapat memperluas pengetahuan para pembaca lainnya dalam hal pendidikan Islam, dan dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan
Secara sederhana, definisi pendidikan adalah proses pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan semua potensinya melalui pengajaran (teaching) dan pembelajaran (learning) untuk mendapatkan pengetahuan (knowledge) dan atau keterampilan (skill) serta mengembangkan tingkah laku (behavior) yang baik agar bisa bermanfaat bagi kehidupan dirinya, masyarakat dan lingkungannya.
Ada juga yang mendefinisikan pendidikan secara luas sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Atau definisi pendidikan yang lebih filosofis, yaitu proses transformasi-dialogis antara peserta didik dan pendidik dalam semua potensi kemanusiaannya sehingga menumbuhkan kesadaran, sikap dan tindakan kritisnya terhadap lingkungan sekitarnya.[1]
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. Ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pendidikan, yaitu:
1.      Pendidik
2.      Peserta didik
3.      Ilmu atau pesan yang disampaikan[2]
Selain itu ada tiga unsur lain sebagai pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu:
1.      Tersedianya sarana dan prasarana
2.      Metode yang menarik
3.      Pengelolaan/manajemen yang professional.[3]

B.     Pengertian Pendidik
Pendidik adalah orang yang memiliki ilmu lebih daripada anak didiknya, oleh karena itu pendidik juga bisa disebut ulama, asalkan ia rajin beribadah dan berakhlak mulia.[4]
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orangtua anak didik.
1.      Secara Etimologi
Dalam konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murobbi, mu’alim dan maddib. Murobbi berasal dari kata robba-yurobbi, mu’alim merupakan isim fa’il dari ‘allama-yu’allimu, sedangkan muaddib berasal dari addaba-yuaddibu. Bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah, tentu murobbi adalah sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang merasa bahwa istilah ta’lim lebih cocok untuk pendidikan, maka kata mu’allim yang digunakan. Begitu juga halnya dengan mereka yang cenderung menggunakan ta’dib maka kata mu’addib yang digunakan. Namun demikian, kata mu’allim lebih tepat dan banyak dijumpai makna yang dekat dalam pendidik dibandingkan dengan yang lainnya.
2.      Secara Terminologi
Pendidik atau guru disebut juga sebagai orang yang digugu dan ditiru, orang-orang yang kerjanya mengejar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih khususnya diartikan orang yang bekerja di bidang pendidikan dan pengajaran, yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaannya masing-masing.[5]

C.    Eksistensi Pendidik
Mengapa kita harus memuliakan pendidik dan ulama? Karena melalui perantara merekalah kita menjadi pintar, memiliki berbagai ilmu pengetahuan serta berhasil dalam kehidupan ini. Adakalanya peserta didik “terlupa” atau tidak menghargai jasa para pendidik dan ulama, bukan hanya ketika mereka sudah lulus atau berhasil, tetapi juga ketika mereka masih dalam proses pendidikan. Apabila hal ini terjadi maka yakinlah bahwa peserta didik tersebut meskipun pintar tetapi tak akan membawa berkah.[6]

D.    Pendidikan Islami
1.      Lingkup Materi Pendidikan Islami
a.       Pendidikan Keimanan
Pendidikan ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi/Rasul, Hari Akhirat dan Takdir.Termasuk di dalamnya adalah materi tata cara ibadah, baik ibadah mahdlah (seperti shalat, zakat, shaum dan haji) maupun ibadah ghair mahdlah (seperti berbuat baik kepada sesama).

b.      Pendidikan Moral
Materi pendidikan ini merupakan latihan membangkitkan nafsu-nafsu rubbubiyah dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu syaithaniyah. Pada materi ini peserta didik dikenalkan atau dilatih mengenai akhlak yang mulia (akhlakul karimah) dan tercela (akhlakul madzmumah).

c.       Pendidikan Fisik/Jasmani
Tujuan dari materi ini adalah agar peserta didik memiliki jasmani yang sehat dan kuat, serta memiliki kemampuan dasar seperti berlari, lompat dan renang.

d.      Pendidikan Rasio/Akal
Manusia dianugerahi oleh Allah kelebihan di antaranya berupa akal. Agar akal ini dapat berkembang dengan baik maka perlu dilatih dengan teratur dan sesuai dengan umur atau kemampuan anak/peserta didik.



e.       Pendidikan Kejiwaan/Hati Nurani
Pada materi ini peserta didik dilatih agar dapat membina hati nuraninya sehingga menjadi “tuan” dalam dirinya sendiri dan dapat menyuarakan kebenaran dalam keadaan apapun.

f.       Pendidikan Sosial/Kemasyarakatan
Dalam materi ini anak/peserta didik dikenalkan mengenai-misalnya-hal-hal yang terdapat atau terjadi dimasyarakat serta bagaimana caranya hidup di dalam masyarakat; tentu dengan tata cara yang Islami.

g.      Pendidikan Seksual
Pendidikan seksual yang dimaksud di sini adalah yang Islami dan sesuai dengan perkembangan usia serta mental peserta didik.[7]

2.      Asas Pendidikan Islam
·         Melaksanakan perintah Allah SWT. dan Rasulullah SAW.
·         Beribadah kepada Allah SWT.
·         Ikhlas dan mengharap Ridha Allah SWT.
·         Ilmu yang benar dan diridhai Allah SWT.[8]

3.      Tujuan Pendidikan Islam
·         Berjiwa Tauhid
Manusia yang mengenyam pendidikan seperti ini sangat yakin bahwa ilmu yang ia miliki adalah bersumber dari Allah, dengan demikian ia tetap rendah hati dan semakin yakin akan kebesaran Allah.
·         Takwa kepada Allah SWT.
Mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah merupakan tujuan pendidikan Islam, sebab walaupun ia jenius dan gelar akademisnya sangat banyak, tapi kalau tidak bertakwa kepada Allah maka ia diianggap belum/tidak berhasil.

·         Rajin Beribadah dan Beramal Shalih
Tujuan pendidikan dalam Islam juga adalah agar peserta didik lebih rajin dalam beribadah dan beramal shalih. Apapun aktivitas dalam hidup ini haruslah didasarkan untuk beribadah kepada Allah, karena itulah tujuan Allah menciptakan manusia di muka bumi ini.
·         Ulil Albab
Tujuan berikutnya adalah mewujudkan ulil albab yaitu orang-orang yang dapat memikirkan dan meneliti keagungan Allah melalui ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam Kitab Suci Al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kekuasaan Allah) yang terdapat di alam semesta.
·         Berakhlakul Karimah
Pendidikan dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencetak manusia yang hanya memiliki kecerdasan saja, tetapi juga berusaha untuk mencetak manusia yang berakhlak mulia. Ia tidak akan menepuk dada atau bersifat arogan dengan ilmu yang dimilikinya, sebab ia sangat menyadari bahwa ia tidak pantas bagi dirinya untuk sombong bila dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki Allah.[9]

4.      Prinsip Pendidikan Islam
·         Berlangsung Seumur Hidup
Menuntut ilmu itu hukumnya fardlu ‘ain yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim selama hidupnya, karena itu menuntut ilmu atau pendidikan itu berlangsung seumur hidup, yakni sejak dilahirkan sampai meninggal.
·         Tidak Dibatasi Ruang dan Jarak
Pendidikan dalam islam bisa dilaksanakan di mana saja. Tidak hany di ruang kelas, tapi di alam terbuka juga bisa. Tidak hanya di dalam kota atau negeri saja, ke luar kota atau ke luar negeri juga bisa.




·         Berakhlakul Karimah
Menuntut ilmu sebagai realisasi pendidikan Islam haruslah memperhatikan adab atau tata tertib, baik ketika berlangsung proses pembelajaran (ta’lim wa ta’lum), maupun sebelum dan sesudahnya.
·         Bersungguh-sungguh dan Rajin
Setiap pengalaman ibadah dalam islam (termasuk pendidikan) haruslah dilaksanakan dengan bersungguh-sungguh dan rajin karena hanya dengan demikian akan terwujud harapan serta akan dirihai Allah.
·         Harus Diamalkan
Setiap ilmu yang telah dimiliki, dipahami dan diyakini kebenarannya haruslah diamalkan. Manfaat ilmu baru dirasakan dan lebih berkah setelah di amalkan.
·         Guna Mewujudkan Kemaslahatan/Kebaikan Hidup
Ilmu yang didapat juga harus membawa manfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.[10]

E.     Tujuan dan Misi Pendidikan Nasional
Tujuan dan misi pendidikan nasional sekarang ini, tertuang dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, yaitu menciptakan peserta didik (manusia Indonesia) yang:
·           Beriman
Beriman yang dimaksud di sini adalah menciptakan manusia-manusia yang bertuhan, atau percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang mereka anut. Sehingga mereka tidak menganggap kehidupan di dunia ini abadi dan tidak ada lagi kehidupan setelah kematian, sehingga mereka boleh berbuat apa saja. Mereka juga tidak menihilkan nilai dan norma, bahkan mereka akan merasa terus diawasi oleh Tuhan.
Dengan beriman itu diharapkan perilaku mulia menjadi bagian yang integral dalam diri peserta didik dan bersifat permanen, di mana pun dia berada, dalam posisi apapun dia berdiri.


·           Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
Orang yang bertakwa adalah dia yang selalu menjaga hubungan dekat dengan Tuhan dan berserah diri kepada-Nya. Dia yakin Tuhan selalu bersamanya, tidak pernah meninggalkannya. Menjadikan peserta didik sebagai orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukanlah perkara mudah. Karena melibatkan seluruh komponen bangsa. Bukan hanya tanggung jawab lembaga pendidikan saja. Peran orang tua, masyarakat dan lingkungan ikut menentuka berhasil tidaknya tujuan ini.

·           Berakhlak Mulia
Orang yang berakhlak mulia akan mencapai kesuksesan atau keberhasilan dengan cara-cara yang mulia dan terhormat. Kemudian akhlak baginya adalah sebuah kehormatan. Dan kehormatannya terletak pada kemuliaan akhlaknya.

·           Sehat
Maksudnya ialah membangkitkan kesadaran dalam diri peserta didik agar hidup sehat. Hidup sehat tergantung pada pola atau gaya hidup. Sehat yang dimaksud dalam tujuan pendidikan bukan hanya sehat fisik, tapi juga psikis (jiwa) dan spiritual (ruhani). Psikologis modern mendapati kenyataan bahwa keberhasilan seseorang tidak melulu ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya, tapi juga oleh kecerdasan emosinya (jiwanya). Dan belakangan ditemukan lagi kenyataan, bahwa kecerdasan emosi juga tidak akan memberikan ketenangan bagi kesuksesan seseorang kalau dia tidak mempunyai kecerdasan spiritual (ruhani).
·           Berilmu
Menuntut ilmu adalah wajib bagi setiap Muslim. (HR. Bukhari). Dari hadist ini bisa dipahami, bahwa menuntut ilmu bagi seorang muslim dan bagi manusia pada umumnya, adalah sebuah kehormatan di samping kewajiban. Dikatakan sebuah kehormatan, karena orang yang menuntut ilmu adalah mereka yang menyambut panggilan Tuhan untuk melatih pikiran serta semua potensi yang ada pada dirinya demi mengetahui hakikat diri dan eksistensinya. Kemudian mereka mengembangkan pengetahuannya untuk kemaslahatan bersama. Untuk kehidupan yang lebih bermakna.

·           Cakap
Tujuan pendidikan nasional salah satunya adalah menciptakan peserta didik yang cakap dan terampil. Biar bagaimanapun, kita hidup di era globalisasi di mana persaingan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik semakin sengit. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia juga menyiapkan manusia-manusia Indonesia yang siap bersaing dan merebut peluang.

·           Kreatif
Mengerahkan peserta didik menjadi orang-orang yang kreatif adalah upaya dini mencegah membludaknya tenaga kerja terdidik yang tidak tertampung sebagai pekerja atau karyawan bergaji. Generasi bangsa yang mempunyai kemampuan dan keunggulan mencipta (termasuk menciptakan peluang usaha) dan bermanfaat tidak saja untuk dirinya, tapi juga untuk orang lain.

·           Mandiri
Tujuan pendidikan nasional salah satunya ingin menciptakan peserta didim yang mandiri. Mandiri dalam kemampuan, juga dalam siakp. Kita menyadarai dalam tatanan global kita harus bekerjasama dengan banyak negara. Tetapi kerjasama itu tidak boleh menghilangkan kemandirian kita dalam mengambil sikap untuk menentukan masa depan kita. Demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat negeri kita sendiri.

·           Menjadi Warga Negara yang Demokratis
Kita telah menerima demokrasi sebagai bagian dari nilai-nilai peradaban manusia di seluruh penjuru bumi. Hanya yang perlu kita benahi adalah sikap mental peserta didik. Agar mereka menjadikan demokrasi untuk kepentingan yang lebih besar, yaitu kepentingan bangsa dan negara.
·           Bertanggung Jawab
Manusia yang bertanggung jawab adalah manusia yang siap menanggung segala risiko dari perkataan maupun perbuatannya yang mendatangkan akibat hokum. Sikap bertanggung jawab berkaitan erat dengan sikap mandiri. Kemandirian melahirkan tanggung jawab. Dan tanggung jawab membuat seseorang berhati-hati dalam segala tindak-tanduknya.[11]

F.     Pola Pendidikan Qur’ani
Pola pendidikan islami adalah pola pendidikan Qur’ani yang diaplikasikan Rasulullah SAW. dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya melalui metode-metode pendidikan yang dicontohkan oleh beliau. Ciri khusus dalam metode Qur’ani adalah penyajiannya dapat menyentuh berbagai aspek kepribadian murid, di mana pesan nilai disajikan melalui berbagai bentuk penyajiannya yang dapat menyentuh berbagai ranah (domain) peserta didik. Metode pendidikan Qur’ani memiliki prinsip:
a.       Prinsip kasih-sayang
b.      Prinsip keterbukaan
c.       Prinsip keseimbangan
d.      Prinsip integritas/keterpaduan
Adapun aplikasi metode pendidikan Qur’ani adalah sebagai berikut:
1.      Metode Amtsal (Perumpamaan)
Arti amtsal adalah membuat pemisalan, perumpamaan dan bandingan. Metode amtsal yaitu memberi perumpamaan dari yang abstrak kepada yang lain yang lebih konkrit untuk mencapai tujuan dan atau mengambil manfaat dari perumpamaan tersebut. Klasifikasi amtsal dalam Al-Qur’an ada tiga macam, yaitu:
a.       Amtsal Musarrahah, yaitu amtsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafadz atau sesuatu yang menunjukkan kesamaan/serupa.
b.      Amtsal Kaminah, yaitu amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan secara jelas lafadz tamsil (permisalan) tetapi menunjukkan makna-makna yang indah dan menarik dalam kepadatan redaksionalnya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.
c.       Amtsal Mursalah, yaitu kalimah-kalimah bebas yang tidak menggunakan tasybih secara jelas, tetapi kalimah-kalimah itu berlaku sebagai perumpamaan.


2.      Metode Kisah Qur’ani
Kisah Qur’ani adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal-ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang terdahulu, dan peristiwa yang telah terjadi. Kisah Qur’ani membawa dampak positif secara langsung terhadap kewajiban murid. Di antara dampaknya adalah:
a.       Dampak terhadap emosi murid
b.      Dampak terhadap motivasi murid
c.       Dampak terhadap penghayatan murid
d.      Dampak terhadap pola pikir murid

3.      Metode Ibrah Mauizah
Metode ibrah ialah suatu cara yang dapat membuat kondisi psikis seseorang (siswa) mengetahui intisari perkara yang mempengaruhi perasaannya, yang diambil dari pengalaman-pengalaman orang lain atau pengalaman hidupnya sendiri sehingga sampai pada tahap perenungan. Penghayatan dan tafakur yang menumbuhkan amal perbuatan.

4.      Metode Targhib-Tarhib
Metode targhib adalah strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang murid terhadap kekuasaan dan kebenaran Allah melalui janji-Nya, disertai dengan bujukan dan rayuan untuk melakukan amal shalih. Adapun Tarhib adalah strategi untuk meyakinkan seorang murid terhadap kekuasaan dan kebenaran Allah melalui ancaman siksaan sebagai akibat melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, atau tidak melaksanakan perintah Allah.

5.      Metode Tajribi (Latihan Pengalaman)
Latihan pengalaman dan pembiasaan diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu cara yang digunakan dalam pendidikan. Allah dan Rasul-Nya telah memberikan tuntutan untuk menerapkan sesuatu perbuatan dengan cara pembiasaan. Contoh bentuk pelaksanaan metode pengalaman:
a.       Latihan dan pengulangan
b.      Latihan menghafal
c.       Latihan berpikir untuk memperdalam iman
d.      Latihan beribadah
6.      Metode Uswah Hasanah (Keteladanan)
Dimaksud metode keteladanan di sini yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan contoh yang baik kepada para peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam perbuatan. Contoh bentuk metode keteladanan yaitu:
a.       Keteladanan disengaja, yaitu pendidik sengaja memberi contoh yang baik kepada para peserta didiknya supaya dapat menirunya.
b.      Keteladanan tidak disengaja, yaitu pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.[12]

7.      Metode Pembiasaan
Untuk melaksanakan tugas atau kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak atau peserta didik diperlukan pembiasaan. Dalam pelaksanaannya diperlukan pengertian, kesabaran dan ketelatenan orangtua, pendidik dan da’i terhadap anak/peserta didiknya.

8.      Metode Nasihat
Agar nasihat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan bebeberapa hal, yaitu:
a.       Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b.      Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati atau orang di sekitarnya.
c.       Sesuaikan perkataan dengan umur, sifat dan tingkat kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasihati.
d.      Perhatikan saat yang tepat kita member nasihat.
e.       Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasihat.
f.       Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi nasihat.
g.      Sertakan ayat-ayat Al-Qur’an, hadis atau kisah para Nabi/Rasul, para sahabatnya atau orang-orang shalih agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuraninya.



9.      Metode Memberi Perhatian
Biasanya berupa pujian dan penghargaan.  Pujian dan penghargaan dapat berfungsi efektif apabila dilakukan pada saat dan cara yang tepat, serta tidak berlebihan.

10.  Metode Hukuman
Hukuman dapat diambil sebagai metode pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada alternatif lain yang bisa diambil. Agama islam memberi arahan dalam memberi hukuman (terhadap anak/peserta didik) hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Jangan menghukum ketika marah.
b.      Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hokum.
c.       Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan.
d.      Jangan menyakiti secara fisik.
e.       Bertujuan mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik.[13]

G.    Pola Pendidikan Rasulullah
1.      Model Bimbingan Pendidikan Rasulullah.
a.    Bimbingan anak usia 0-7 tahun
Rasulullah menekankan peran orangtua bagi anak usia 0-7 tahun, yakni dengan cara belajar sambil bermain; dan mengidentifikasi anak.
b.    Bimbingan anak usia 7-14 tahun
Tahap ini Rasulullah menekankan pada pembentukan disiplin dan moral.
c.    Bimbingan anak usia 14-21 tahun
Rasulullah menandaskan pada anak usia ini bimbingan secara dialogis, misalnya diskusi atau bermusyawarah layaknya teman sebaya.
d.   Bimbingan di atas usia 21 tahun
Rasulullah membimbing dengan cara “Bil Hikmah, Mauidzatul Hasanah dan Wazahidatul biya Ahsan” yaitu susunan kata yang logis dan sesuai kenyataan, menyentuh hati, serta menyampaikan dengan cara diskusi; karena yang dihadapi adalah manusia dewasa maka bimbingan dan pendidikan pun harus disampaikan dengan cara bijaksana seperti disebutkan di atas.
2.      Prinsip Pendidikan Rasulullah
Menurut Drs. Muhammad Thalib ada 25 asas Islami yang diterapkan oleh Rasulullah dalam pendidikan, yaitu:
1.        Mengulang-ulang.
2.        Sedikit demi sedikit.
3.        Memilih yang paling ringan.
4.        Mudah dan luwes.
5.        Dalam kondisi segar.
6.        Memilih waktu yang tepat.
7.        Memperhatikan bakat.
8.        Mengikuti kecenderungan anak/peserta didik.
9.        Mengetahui tingkat kemampuan anak/peserta didik.
10.    Berjenjang.
11.    Stabil dan berkelanjutan.
12.    Menyesuaikan perlakuan dengan martabat.
13.    Menguji kemampuan dan keterampilannya.
14.    Adil.
15.    Menghormati hak anak/peserta didik sebagai sahabat.
16.    Memperlakukan anak/peserta didik sebagai sahabat.
17.    Menimbulkan sikap saling menolong.
18.    Menyeimbangkan akal dan hati.
19.    Bertanya kepada ahlinya.
20.    Selalu dinamis menguji kebenaran.
21.    Tidak mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.
22.    Menjauhi yang buruk.
23.    Menjauhi kata-kata celaan.
24.    Menegakkan aturan dengan benar.
25.    Menghukum hanya bila perlu.[14]


3.      Metode Pendidikan Rasulullah
a.       Metode Bil Hikmah, Mauizhah Hasanah dan Mujadalah
Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Allah dengan hikmah, pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya, dan Dialaj (juga) yang lebih mengetahui orang yang mendapat petunjuk” (QS. An-Nahl: 125)[15]
b.      Metode Bertanya
c.       Metode Penyegaran
Dalam memberikan wejangan atau penerangan agama, NAbi SAW selalu menjaga agar rasa jemu dan lelah tidak menyelinap masuk dalam hati para pendengarnya. Mereka diberi kesempatan melepas lelah agar hati mereka tetap terbuka menerima apa yang akan disampaikan.
d.      Metode Mengenal Kapasitas
Jika berbicara dengan orang lain Rasulullah SAW selalu melihat kesesuaiannya dengan tingkat kecerdasan, selain juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
e.       Metode Mengalihkan Realitas Indrawi kepada Realitas Kejiwaan
f.       Metode Peragaan
g.      Metode Kiasan
h.      Metode Bertahap
i.        Metode Mengapresiasi Pertanyaan
j.        Metode Mendekatkan Realitas Abstrak dalam Bentuk Konkret
k.      Metode Argumentasi
l.        Metode Kisah dan Cerita
m.    Metode Pendekatan Perumpamaan
n.      Metode Mengarahkan kepada Pemikiran yang Bernilai Tinggi.[16]
H.    Hubungan Ilmu Jiwa dengan Ilmu Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam pandangan Islam banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. A. al-Abrasyi, mengatakan bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam telah menyimpulkan pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan. Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia yang baik. Kemudian Fatah Jalal mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
Jika rumusan dari keempat tujuan pendidikan Islam dihubungkan antara satu dan lainnya, maka dapat diketahui tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patuh dan tunduk melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia.
Pendidikan dalam pelaksanaannya memerlukan dukungan orang tua di rumah, guru di sekolah dan pimpinan serta tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya pendidikan akhlak.[17]

I.       Pendidik
1.      Kompetensi Guru/Pendidik
Kompetensi guru atau pendidik adalah segala kemampuan yang harus dimiliki oleh guru/pendidik sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan benar.[18] Imam Al Ghazali dalam “Mukaddimah Ihya Ulumuddin” menjelaskan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh orang yang berilmu (termasuk guru, pendidik dan ulama) yaitu:
·         Sabar
·         Senantiasa tabah
·         Duduk dengan sikap yang anggun (rendah hati)
·         Tidak berbangga diri di hadapan siapa pun, kecuali terhadap para penindas agar mereka merasa kecut.
·         Rendah hati dalam pertemuan-pertemuan.
·         Tidak bercanda (harus serius)
·         Baik hati terhadap penuntut ilmu
·         Tidak angkuh
·         Menuntun yang belajar dengan cara yang baik
·         Bersedia mengakui ketidaktahuannya terhadap suatu masalah
·         Penuh perhatian terhadap siapa pun yang bertanya dan mencoba memahaminya.
·         Menerima pendapat orang lain
·         Berpihak kepada orang yang benar
·         Mengingatkan penuntut ilmu agar tidak menuntut ilmu yang merugikan.
·         Mencegahnya dari menuntut ilmu demi selain Allah.
·         Mengupayakan agar penuntut ilmu menunaikan kewajiban pribadinya sebelum menunaikan kewajibannya.
·         Mengoreksi ketakwaan diri sendiri terlebih dahulu agar penuntut ilmu mengikuti perilakunya dan memperoleh manfaat dari kata-katanya.[19]

2.      Hakikat Guru
Hakikat guru adalah mencerdaskan. Ini bisa dilakukan dengan cara memberikan motivasi kepada siswa, melakukan transfer ilmu secara moderat, melakukan dialog konstruktif dalam berbagai bidang yang diminati siswa, dan menjadi sahabat yang hangat bagi siswa.[20]

3.      Jenis-jenis Pendidik
Pendidik dalam pendidikan Islam ada beberapa macam, yaitu:
a.       Allah SWT.
Sebagaimana firman-Nya: “Segala puja bagi Allah, rabb bagi seluruh alam”. (QS. Al-Fatihah:1), dan “Dan (Allah) mengajarkan segala macam nama kepada Adam”. (QS. Al-Baqarah). Selain itu sabda Rasulullah SAW: “Tuhanku telah mendidikku sehingga menjadi baik pendidikanku”. Berdasarkan ayat dan hadist tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai pendidik bagi manusia.
b.      Nabi Muhammad SAW.
Nabi sendiri mengidentifikasi dirinya sebagai mu’allim. Nabi sebagai penerima wahyu yang bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian dilanjutkan dengan mengajarkan manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini menegaskan tentang kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah SWT.
c.       Orang Tua
Al-Qur’an menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan Tuhan.
d.      Guru
Pendidik di lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan sampai dosen-dosen di perguruan tinggi.[21]

4.      Kedudukan Pendidik
Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diuangkapkan oleh Syauki yang berbunyi “Berdiri dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja merupakan seorang Rasul”. Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut, “Seseorang yang berilmu kemudian mengamalkan ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar disemua kerajaan langit, ia bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya di dalam dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum”.
Seseorang yang menyibukkan dirinya mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.[22]

5.      Kemampuan Pendidik dalam Mengajar
Beberapa kemampuan yang harus dimiliki serta dilaksanakan pendidik ketika ia mengajar, yaitu:
a.       Menguasai bahan/materi pelajaran
b.      Mengelola program dan proses pembelajaran
c.       Mengelola kelas dengan kondusif, efektif, efisien, serta produktif.
d.      Menggunakan media dan sumber belajar.
e.       Menguasai landasan-landasan kependidikan.
f.       Mengelola interkasi/proses belajar-mengajar.
g.      Menilai prestasi anak/peserta didik untuk kepentingan pengajaran/pembelajaran.
h.      Mengenal serta melaksanakan fungsi serta program bimbingan dan konseling.
i.        Mengenal dan melaksanakan administrasi sekolah.
j.        Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna keperluan pembelajaran.[23]

6.      Tugas Guru/Pendidik
Menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin dijelaskan ada empat tugas pendidik/pengajar, yaitu:
a.       Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar/murid dan menganggapnya seperti anak sendiri.
b.      Mengikuti teladan pribadi Rasulullah
c.       Tidak menunda member nasihat dan ilmu yang diperlukan oleh para murid/peserta didik
d.      Menasihati pelajar/murid serta melarangnya dari akhlak tercela.
Secara umum tugas pendidik adalah:
a.       Mujadid, yakni sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syarat Islam
b.      Mujtahid, yaitu sebagai pemikir yang ulung.
c.       Mujahid yaitu sebagai pejuang kebenaran.[24]
Mengenai tugas guru, ahli pendidikan Islam dan ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah mendidik. Mendidik itu sebagian dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
a.       Dalam bentuk mengajar
b.      Dalam bentuk dorongan’
c.       Dalam bentuk memuji
d.      Dalam bentuk hukuman
e.       Dalam bentuk pembiasaan
f.       Memberi contoh
Tugas guru secara umum adalah sebagai “warasat al-anbiya”, yang pada hakikatnya mengemban misi rahmat lil al-amin, yaitu suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada hokum-hukum Allah SWT, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid, kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi. Selain itu, tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, dan mensucikan hati manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.[25]
J.      Pendidikan Akhlak Ibn Sina
Pendidikan Ibn Sina dalam pendidikan akhlak menyatakan bahwa tugas Ibu Bapak atau guru adalah memberi penekanan kepada pendidikan agama kepada anak-anak, karena hal itu bertujuan untuk membentuk adab dan akhlak yang baik. Selain itu, Ibu Bapak atau pendidik itu juga perlulah memberi contoh yang baik kepada anak-anak, karena mereka adalah golongan pertama yang perlu diberi pendidikan. Ibn Sina berpendapat bahwa akhlak dapat membawa kesehatan psikologi dan fisik anak-anak. Perlunya setiap Ibu Bapak memperhitungkan pentingnya pendidikan akhlak ketika mendidik anak-anak. Ibn Sina berkata, “perhatian harus diberikan kepada anak-anak jika hendak menjadilan anak itu berakhlak”. Ibn Sina menyatakan bahwa pembelajaran secara berkelompok adalah lebih baik, karena minat dan kemampuan belajar dapat saling terkait dan melengkapi antara satu dengan lain.[26]

K.    Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali
Beliau mengatakan bahwa fungsi pendidikan ini adalah pencapaian ilmu agama dan pembentukan akhlak. Beliau juga mengatakan bahwa akhlak yang baik itu adalah sifat bagi Rasul, dan perbuatan yang terbaik bagi orang-orang yang benar. Dalam kaitannya dengan sifat yang perlu dimiliki oleh seorang guru, beliau berpendapat bahwa guru perlu member perhatian pada pelajar dalam aspek kehadiran dalam kelas dan kehidupan seharian mereka.
Firman Allah SWT.: “Apakah engkau menyeru manusia untuk berbuat baik dan kamu melupakan dirimu sendiri, sedangkan kamu membaca Al-Kitab (Al-Qur’an) apakah kamu tidak berpikir.” (Al-Baqarah : 44). Maksud firman tersebut adalah, peranan guru itu bukan saja menyampaikan ilmu kepada pelajarnya dan menyuruh mereka melakukan kebaikan, akan tetapi guru juga turut berperan sebagai model dalam kehidupan pelajarnya. Setiap apa yang guru lakukan, pelajar akan turut mengikutinya. Jika seorang guru itu lupa atas apa yang disampaikannya, niscaya pelajarnya tidak akan mengikuti apa yang diajarkan guru tersebut.[27]
Al-Ghazali berpandangan “idealistik” terhadap profesi guru. Idealisasi guru, menurutnya adalah orang yang berilmu, beramal dan mengajar. Orang seperti ini adalah gambaran orang yang terhormat di kolong langit. Dari sini Al-Ghazali menekankan perlunya keterpaduan ilmu dan amal. Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru (pendidik) meliputi delapan hal, yaitu:
1.      Menyayangi para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih sayang guru kepada anaknya sendiri.
2.      Guru bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW., sehingga ia tidak mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jasa.
3.      Guru tidak boleh mengabaikan tugas membari nasihat kepada para peserta didiknya.
4.      Termasuk ke dalam profesionalisme guru adalah mencegah peserta didik jatuh ke dalam akhlak tercela melalui cara sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh kasih sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar.
5.      Kepakaran guru dalam spesialisasi keilmuan tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh disiplin keilmuan lainnya.
6.      Guru menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta didiknya.
7.      Terhadap peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas, konkret dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.
8.      Guru mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya ucapan dan tindakan.[28]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pendidikan adalah segala usaha yang dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang paling bertanggung jawab adalah orangtua anak didik.
Tujuan pendidikan Islami yaitu berjiwa tauhid, takwa kepada Allah SWT. rajin beribadah dan beramal shalih, ulil albab, dan berakhlakul karimah. Prinsip pendidikan Islam yaitu berlangsung seumur hidup, tidak dibatasi ruang dan jarak, berakhlakul karimah, bersungguh-sungguh dan rajin, harus diamalkan, serta berguna mewujudkan kemaslahatan kebaikan hidup. Tujuan serta misi pendidikan nasional sejalan dengan tujuan pendidikan Islam. Ada banyak metode-metode pendidikan menurut al-Qur’an dan Rasulullah SAW yang bisa dijadikan contoh bagi seorang guru ataupun calon guru.

B.     Saran
Saran yang dapat penulis berikan ialah sebagai seorang guru ataupun calon guru bisa untuk mempraktekkan pola pendidikan baik menurut Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Ini untuk menyeimbangkan antara ilmu agama dengan ilmu alam. Sehingga dapat menghasilkan siswa/I yang selain berprestasi di bidang ilmu pengetahuan juga berprilaku sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW.


DAFTAR PUSTAKA

Abd. Rachman Assegaf. Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Klasik sampai Modern. 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad Syaifudin. Pengantar Ilmu Pendidikan Islam. 2012. Yogyakarta: Bahari Press.
Heri Jauhari Muchtar. Fikih Pendidikan. 2008. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. 2002. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hamka Abdul Aziz. Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati. Al-Mawardi.


[1] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati, hal.71-72
[2] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 14
[3] Ibid, hal. 15
[4] Ibid, hal. 150
[5] Muhammad Syaifudin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal. 60-61
[6] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 151
[7] Ibid, hal. 16-18
[8] Ibid, hal. 126-127
[9] Ibid, hal. 128-130
[10] Ibid, hal. 131-133
[11] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan Karakter Berpusat pada Hati, hal. 76 76-90
[12] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 216-224
[13] Ibid, hal. 19-21
[14] Ibid, hal. 225-228
[15] Al-Qur’an (QS. An-Nahl: 125)
[16] Ibid, hal. 230-236
[17] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. IV, hal. 37-39
[18] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 151
[19] Ibid, hal. 154
[20] Muhammad Syaifudin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal.65
[21] Ibid, hal. 62
[22] Ibid, hal. 63
[23] Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal.165
[24] Ibid, hal. 155
[25] Muhammad Syaifudin, Pengantar Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal.66
[26] Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Pers, 2013), hal. 96
[27] Ibid, hal. 112
[28] Ibid, 119

0 komentar:

Posting Komentar