BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Untuk mengaktualisasikan tujuan dalam
pendidikan Islam, pendidik mempunyai tanggung jawab mengantarkan manusia ke arah
tujuan terciptanya insan kamil.
Keberadaan pendidik dalam dunia pendidikan Islamsangat krusial sebab kewajibannya
tidak hanya mentransformasikan pengetahuan, tetapi juga dituntut untuk mampu
menginternalisasikan nilai-nilai pada peserta didik. Bentuk nilai yang
diinternalisasikan paling tidak meliputi nilai etis, pragmatis, efek sensorik
dan religi.
Secara faktual, pelaksanaan
internalisasi nilai dan transformasi pengetahuan pada peserta didik secara
integral merupakan tugas yang cukup berat di tengah kehidupan masyarakat yang
kompleks apa lagi pada era globalisasi dan informasi. Tugas yang berat tersebut
ditambah lagi dengan pandangan sebagian masyarakat yang melecehkan keberadaan
pendidik di sekolah, luar sekolah maupun di masyarakat. Hal ini disebabkan
karena profesi pendidik dari segi materil kurang menguntungkan. Karena sebagian
masyarakat dalam era globalisasi yang dipengaruhi paham materialisme yang
menyebabkan mereka materialistik.
Berbeda dengan gambaran tentang pendidik
pada umumnya, pendidik dalam pendidikan islam adalah orang yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan peserta didik dalam mengembangkan potensinya, dan
dalam pencapaian tujuan pendidikan baik dalam aspek kognitif, afektif maupun
psikomotor.
Pendidik dalam pendidikan islam adalah
setiap orang dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas
pendidikan dirinya dan orang lain. Sedangkan ia mengarahkan tanggung jawab dan
amanah pendidikan adalah agama, dan wewenang pendidik dilegitimasi oleh agama,
sementara yang menerima tanggung jawab dan agama adalah setiap orang dewasa.
Ini berarti bahwa pendidik merupakan sifat yang lekat pada setiap orang karena
tanggung jawabnya atas pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
penjelasan di atas dapat diambil beberapa permasalahan yaitu:
1. Apa
yang dimaksud dengan pendidik dan pendidikan dalam Islam?
2. Apa
tujuan dari pendidikan?
3. Bagaimana
pendidikan menurut Al-Qur’an, dan Rasulullah?
4. Apa
saja jenis dan tugas seorang pendidik?
5. Bagaimana
pendidikan menurut tokoh Islam?
6. Apa
hubungan ilmu jiwa dan ilmu pendidikan?
7. Bagaimana
tujuan dan misi pendidikan nasional?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari dibuatnya makalah ini yaitu:
1. Untuk
mengetahui pengertian pendidik dan pendidikan dalam Islam.
2. Mengetahui
tujuan dari pendidikan serta misi pendidikan nasional.
3. Mendeskripsikan
bagaimana pendidikan menurut Al-Qur’an dan Rasulullah.
4. Mendeskripsikan
pendidikan menurut tokoh Islam.
5. Mengetahui
jenis serta tugas seorang pendidik.
6. Dan
mengetahui hubungan antara ilmu jiwa dan ilmu pendidikan.
D.
Manfaat
Dibuatnya makalah ini, diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi setiap pembaca, terutama mahasiswa Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan agar dapat membentuk calon guru yang sesuai dengan Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagai upaya menemukan profesionalisme pendidik.
Selain itu diharapkan makalah ini dapat
memperluas pengetahuan para pembaca lainnya dalam hal pendidikan Islam, dan
dapat menjadi referensi dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pendidikan
Secara sederhana, definisi pendidikan
adalah proses pertumbuhan dan perkembangan manusia dengan semua potensinya
melalui pengajaran (teaching) dan pembelajaran (learning) untuk mendapatkan
pengetahuan (knowledge) dan atau keterampilan (skill) serta mengembangkan
tingkah laku (behavior) yang baik agar bisa bermanfaat bagi kehidupan dirinya,
masyarakat dan lingkungannya.
Ada juga yang mendefinisikan pendidikan
secara luas sebagai usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negaranya.
Atau definisi pendidikan yang lebih
filosofis, yaitu proses transformasi-dialogis antara peserta didik dan pendidik
dalam semua potensi kemanusiaannya sehingga menumbuhkan kesadaran, sikap dan
tindakan kritisnya terhadap lingkungan sekitarnya.[1]
Pendidikan adalah segala usaha yang
dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta
memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya. Ada tiga unsur utama yang
harus terdapat dalam proses pendidikan, yaitu:
1. Pendidik
2. Peserta
didik
3. Ilmu
atau pesan yang disampaikan[2]
Selain itu ada tiga unsur lain
sebagai pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan
yang diharapkan, yaitu:
1. Tersedianya
sarana dan prasarana
2. Metode
yang menarik
3. Pengelolaan/manajemen
yang professional.[3]
B.
Pengertian
Pendidik
Pendidik adalah orang yang memiliki ilmu
lebih daripada anak didiknya, oleh karena itu pendidik juga bisa disebut ulama,
asalkan ia rajin beribadah dan berakhlak mulia.[4]
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang
paling bertanggung jawab adalah orangtua anak didik.
1. Secara
Etimologi
Dalam
konteks pendidikan Islam, pendidik disebut dengan murobbi, mu’alim dan maddib.
Murobbi berasal dari kata robba-yurobbi,
mu’alim merupakan isim fa’il dari ‘allama-yu’allimu,
sedangkan muaddib berasal dari addaba-yuaddibu.
Bagi mereka yang cenderung memakai istilah tarbiyah, tentu murobbi adalah
sebutan yang tepat untuk seorang pendidik. Dan bagi yang merasa bahwa istilah
ta’lim lebih cocok untuk pendidikan, maka kata mu’allim yang digunakan. Begitu
juga halnya dengan mereka yang cenderung menggunakan ta’dib maka kata mu’addib
yang digunakan. Namun demikian, kata mu’allim lebih tepat dan banyak dijumpai
makna yang dekat dalam pendidik dibandingkan dengan yang lainnya.
2. Secara
Terminologi
Pendidik
atau guru disebut juga sebagai orang yang digugu dan ditiru, orang-orang yang
kerjanya mengejar atau memberikan pelajaran di sekolah atau di kelas. Lebih
khususnya diartikan orang yang bekerja di bidang pendidikan dan pengajaran,
yang ikut bertanggung jawab dalam membentuk anak-anak mencapai kedewasaannya
masing-masing.[5]
C.
Eksistensi
Pendidik
Mengapa kita harus memuliakan pendidik
dan ulama? Karena melalui perantara merekalah kita menjadi pintar, memiliki
berbagai ilmu pengetahuan serta berhasil dalam kehidupan ini. Adakalanya
peserta didik “terlupa” atau tidak menghargai jasa para pendidik dan ulama,
bukan hanya ketika mereka sudah lulus atau berhasil, tetapi juga ketika mereka
masih dalam proses pendidikan. Apabila hal ini terjadi maka yakinlah bahwa
peserta didik tersebut meskipun pintar tetapi tak akan membawa berkah.[6]
D.
Pendidikan
Islami
1. Lingkup
Materi Pendidikan Islami
a. Pendidikan
Keimanan
Pendidikan
ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi/Rasul,
Hari Akhirat dan Takdir.Termasuk di dalamnya adalah materi tata cara ibadah,
baik ibadah mahdlah (seperti shalat,
zakat, shaum dan haji) maupun ibadah ghair
mahdlah (seperti berbuat baik kepada sesama).
b. Pendidikan
Moral
Materi
pendidikan ini merupakan latihan membangkitkan nafsu-nafsu rubbubiyah dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu syaithaniyah. Pada
materi ini peserta didik dikenalkan atau dilatih mengenai akhlak yang mulia (akhlakul karimah) dan tercela (akhlakul madzmumah).
c. Pendidikan
Fisik/Jasmani
Tujuan
dari materi ini adalah agar peserta didik memiliki jasmani yang sehat dan kuat,
serta memiliki kemampuan dasar seperti berlari, lompat dan renang.
d. Pendidikan
Rasio/Akal
Manusia
dianugerahi oleh Allah kelebihan di antaranya berupa akal. Agar akal ini dapat
berkembang dengan baik maka perlu dilatih dengan teratur dan sesuai dengan umur
atau kemampuan anak/peserta didik.
e. Pendidikan
Kejiwaan/Hati Nurani
Pada
materi ini peserta didik dilatih agar dapat membina hati nuraninya sehingga
menjadi “tuan” dalam dirinya sendiri dan dapat menyuarakan kebenaran dalam
keadaan apapun.
f. Pendidikan
Sosial/Kemasyarakatan
Dalam
materi ini anak/peserta didik dikenalkan mengenai-misalnya-hal-hal yang
terdapat atau terjadi dimasyarakat serta bagaimana caranya hidup di dalam
masyarakat; tentu dengan tata cara yang Islami.
g. Pendidikan
Seksual
Pendidikan
seksual yang dimaksud di sini adalah yang Islami dan sesuai dengan perkembangan
usia serta mental peserta didik.[7]
2. Asas
Pendidikan Islam
·
Melaksanakan perintah
Allah SWT. dan Rasulullah SAW.
·
Beribadah kepada Allah
SWT.
·
Ikhlas dan mengharap
Ridha Allah SWT.
·
Ilmu yang benar dan
diridhai Allah SWT.[8]
3. Tujuan
Pendidikan Islam
·
Berjiwa Tauhid
Manusia
yang mengenyam pendidikan seperti ini sangat yakin bahwa ilmu yang ia miliki
adalah bersumber dari Allah, dengan demikian ia tetap rendah hati dan semakin
yakin akan kebesaran Allah.
·
Takwa kepada Allah SWT.
Mewujudkan
manusia yang bertakwa kepada Allah merupakan tujuan pendidikan Islam, sebab
walaupun ia jenius dan gelar akademisnya sangat banyak, tapi kalau tidak
bertakwa kepada Allah maka ia diianggap belum/tidak berhasil.
·
Rajin Beribadah dan
Beramal Shalih
Tujuan
pendidikan dalam Islam juga adalah agar peserta didik lebih rajin dalam
beribadah dan beramal shalih. Apapun aktivitas dalam hidup ini haruslah
didasarkan untuk beribadah kepada Allah, karena itulah tujuan Allah menciptakan
manusia di muka bumi ini.
·
Ulil Albab
Tujuan
berikutnya adalah mewujudkan ulil albab yaitu orang-orang yang dapat memikirkan
dan meneliti keagungan Allah melalui ayat-ayat qauliyah yang terdapat dalam
Kitab Suci Al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah (tanda-tanda kekuasaan Allah) yang
terdapat di alam semesta.
·
Berakhlakul Karimah
Pendidikan
dalam Islam tidak hanya bertujuan untuk mencetak manusia yang hanya memiliki
kecerdasan saja, tetapi juga berusaha untuk mencetak manusia yang berakhlak
mulia. Ia tidak akan menepuk dada atau bersifat arogan dengan ilmu yang
dimilikinya, sebab ia sangat menyadari bahwa ia tidak pantas bagi dirinya untuk
sombong bila dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki Allah.[9]
4. Prinsip
Pendidikan Islam
·
Berlangsung Seumur
Hidup
Menuntut
ilmu itu hukumnya fardlu ‘ain yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
setiap muslim selama hidupnya, karena itu menuntut ilmu atau pendidikan itu
berlangsung seumur hidup, yakni sejak dilahirkan sampai meninggal.
·
Tidak Dibatasi Ruang
dan Jarak
Pendidikan
dalam islam bisa dilaksanakan di mana saja. Tidak hany di ruang kelas, tapi di
alam terbuka juga bisa. Tidak hanya di dalam kota atau negeri saja, ke luar
kota atau ke luar negeri juga bisa.
·
Berakhlakul Karimah
Menuntut
ilmu sebagai realisasi pendidikan Islam haruslah memperhatikan adab atau tata
tertib, baik ketika berlangsung proses pembelajaran (ta’lim wa ta’lum), maupun sebelum dan sesudahnya.
·
Bersungguh-sungguh dan
Rajin
Setiap
pengalaman ibadah dalam islam (termasuk pendidikan) haruslah dilaksanakan
dengan bersungguh-sungguh dan rajin karena hanya dengan demikian akan terwujud
harapan serta akan dirihai Allah.
·
Harus Diamalkan
Setiap
ilmu yang telah dimiliki, dipahami dan diyakini kebenarannya haruslah
diamalkan. Manfaat ilmu baru dirasakan dan lebih berkah setelah di amalkan.
·
Guna Mewujudkan
Kemaslahatan/Kebaikan Hidup
Ilmu
yang didapat juga harus membawa manfaat, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
orang lain.[10]
E.
Tujuan
dan Misi Pendidikan Nasional
Tujuan dan misi pendidikan nasional
sekarang ini, tertuang dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Pendidikan Nasional, yaitu menciptakan peserta didik (manusia
Indonesia) yang:
·
Beriman
Beriman
yang dimaksud di sini adalah menciptakan manusia-manusia yang bertuhan, atau
percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama yang mereka anut.
Sehingga mereka tidak menganggap kehidupan di dunia ini abadi dan tidak ada
lagi kehidupan setelah kematian, sehingga mereka boleh berbuat apa saja. Mereka
juga tidak menihilkan nilai dan norma, bahkan mereka akan merasa terus diawasi
oleh Tuhan.
Dengan beriman
itu diharapkan perilaku mulia menjadi bagian yang integral dalam diri peserta
didik dan bersifat permanen, di mana pun dia berada, dalam posisi apapun dia
berdiri.
·
Bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa
Orang
yang bertakwa adalah dia yang selalu menjaga hubungan dekat dengan Tuhan dan
berserah diri kepada-Nya. Dia yakin Tuhan selalu bersamanya, tidak pernah
meninggalkannya. Menjadikan peserta didik sebagai orang-orang yang bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukanlah perkara mudah. Karena melibatkan seluruh
komponen bangsa. Bukan hanya tanggung jawab lembaga pendidikan saja. Peran
orang tua, masyarakat dan lingkungan ikut menentuka berhasil tidaknya tujuan
ini.
·
Berakhlak Mulia
Orang
yang berakhlak mulia akan mencapai kesuksesan atau keberhasilan dengan
cara-cara yang mulia dan terhormat. Kemudian akhlak baginya adalah sebuah
kehormatan. Dan kehormatannya terletak pada kemuliaan akhlaknya.
·
Sehat
Maksudnya
ialah membangkitkan kesadaran dalam diri peserta didik agar hidup sehat. Hidup
sehat tergantung pada pola atau gaya hidup. Sehat yang dimaksud dalam tujuan
pendidikan bukan hanya sehat fisik, tapi juga psikis (jiwa) dan spiritual
(ruhani). Psikologis modern mendapati kenyataan bahwa keberhasilan seseorang
tidak melulu ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya, tapi juga oleh
kecerdasan emosinya (jiwanya). Dan belakangan ditemukan lagi kenyataan, bahwa
kecerdasan emosi juga tidak akan memberikan ketenangan bagi kesuksesan seseorang
kalau dia tidak mempunyai kecerdasan spiritual (ruhani).
·
Berilmu
Menuntut ilmu adalah
wajib bagi setiap Muslim. (HR. Bukhari). Dari
hadist ini bisa dipahami, bahwa menuntut ilmu bagi seorang muslim dan bagi
manusia pada umumnya, adalah sebuah kehormatan di samping kewajiban. Dikatakan
sebuah kehormatan, karena orang yang menuntut ilmu adalah mereka yang menyambut
panggilan Tuhan untuk melatih pikiran serta semua potensi yang ada pada dirinya
demi mengetahui hakikat diri dan eksistensinya. Kemudian mereka mengembangkan
pengetahuannya untuk kemaslahatan bersama. Untuk kehidupan yang lebih bermakna.
·
Cakap
Tujuan
pendidikan nasional salah satunya adalah menciptakan peserta didik yang cakap
dan terampil. Biar bagaimanapun, kita hidup di era globalisasi di mana
persaingan untuk mendapatkan hidup yang lebih baik semakin sengit. Oleh karena
itu, pendidikan di Indonesia juga menyiapkan manusia-manusia Indonesia yang
siap bersaing dan merebut peluang.
·
Kreatif
Mengerahkan
peserta didik menjadi orang-orang yang kreatif adalah upaya dini mencegah
membludaknya tenaga kerja terdidik yang tidak tertampung sebagai pekerja atau
karyawan bergaji. Generasi bangsa yang mempunyai kemampuan dan keunggulan
mencipta (termasuk menciptakan peluang usaha) dan bermanfaat tidak saja untuk
dirinya, tapi juga untuk orang lain.
·
Mandiri
Tujuan
pendidikan nasional salah satunya ingin menciptakan peserta didim yang mandiri.
Mandiri dalam kemampuan, juga dalam siakp. Kita menyadarai dalam tatanan global
kita harus bekerjasama dengan banyak negara. Tetapi kerjasama itu tidak boleh
menghilangkan kemandirian kita dalam mengambil sikap untuk menentukan masa
depan kita. Demi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat negeri kita sendiri.
·
Menjadi Warga Negara
yang Demokratis
Kita
telah menerima demokrasi sebagai bagian dari nilai-nilai peradaban manusia di
seluruh penjuru bumi. Hanya yang perlu kita benahi adalah sikap mental peserta
didik. Agar mereka menjadikan demokrasi untuk kepentingan yang lebih besar,
yaitu kepentingan bangsa dan negara.
·
Bertanggung Jawab
Manusia
yang bertanggung jawab adalah manusia yang siap menanggung segala risiko dari
perkataan maupun perbuatannya yang mendatangkan akibat hokum. Sikap bertanggung
jawab berkaitan erat dengan sikap mandiri. Kemandirian melahirkan tanggung jawab.
Dan tanggung jawab membuat seseorang berhati-hati dalam segala
tindak-tanduknya.[11]
F.
Pola
Pendidikan Qur’ani
Pola pendidikan islami adalah pola
pendidikan Qur’ani yang diaplikasikan Rasulullah SAW. dalam kehidupan sehari-hari,
di antaranya melalui metode-metode pendidikan yang dicontohkan oleh beliau.
Ciri khusus dalam metode Qur’ani adalah penyajiannya dapat menyentuh berbagai
aspek kepribadian murid, di mana pesan nilai disajikan melalui berbagai bentuk
penyajiannya yang dapat menyentuh berbagai ranah (domain) peserta didik. Metode
pendidikan Qur’ani memiliki prinsip:
a. Prinsip
kasih-sayang
b. Prinsip
keterbukaan
c. Prinsip
keseimbangan
d. Prinsip
integritas/keterpaduan
Adapun aplikasi metode pendidikan Qur’ani adalah
sebagai berikut:
1. Metode
Amtsal (Perumpamaan)
Arti
amtsal adalah membuat pemisalan, perumpamaan dan bandingan. Metode amtsal yaitu
memberi perumpamaan dari yang abstrak kepada yang lain yang lebih konkrit untuk
mencapai tujuan dan atau mengambil manfaat dari perumpamaan tersebut.
Klasifikasi amtsal dalam Al-Qur’an ada tiga macam, yaitu:
a. Amtsal
Musarrahah, yaitu amtsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafadz atau sesuatu
yang menunjukkan kesamaan/serupa.
b. Amtsal
Kaminah, yaitu amtsal yang di dalamnya tidak disebutkan secara jelas lafadz
tamsil (permisalan) tetapi menunjukkan makna-makna yang indah dan menarik dalam
kepadatan redaksionalnya, dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan
kepada yang serupa dengannya.
c. Amtsal
Mursalah, yaitu kalimah-kalimah bebas yang tidak menggunakan tasybih secara
jelas, tetapi kalimah-kalimah itu berlaku sebagai perumpamaan.
2. Metode
Kisah Qur’ani
Kisah
Qur’ani adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang hal-ihwal umat yang telah lalu,
nubuwat (kenabian) yang terdahulu, dan peristiwa yang telah terjadi. Kisah
Qur’ani membawa dampak positif secara langsung terhadap kewajiban murid. Di
antara dampaknya adalah:
a. Dampak
terhadap emosi murid
b. Dampak
terhadap motivasi murid
c. Dampak
terhadap penghayatan murid
d. Dampak
terhadap pola pikir murid
3. Metode
Ibrah Mauizah
Metode
ibrah ialah suatu cara yang dapat membuat kondisi psikis seseorang (siswa)
mengetahui intisari perkara yang mempengaruhi perasaannya, yang diambil dari pengalaman-pengalaman
orang lain atau pengalaman hidupnya sendiri sehingga sampai pada tahap
perenungan. Penghayatan dan tafakur yang menumbuhkan amal perbuatan.
4. Metode
Targhib-Tarhib
Metode
targhib adalah strategi atau cara untuk meyakinkan seseorang murid terhadap
kekuasaan dan kebenaran Allah melalui janji-Nya, disertai dengan bujukan dan
rayuan untuk melakukan amal shalih. Adapun Tarhib adalah strategi untuk
meyakinkan seorang murid terhadap kekuasaan dan kebenaran Allah melalui ancaman
siksaan sebagai akibat melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, atau tidak
melaksanakan perintah Allah.
5. Metode
Tajribi (Latihan Pengalaman)
Latihan
pengalaman dan pembiasaan diisyaratkan dalam Al-Qur’an sebagai salah satu cara
yang digunakan dalam pendidikan. Allah dan Rasul-Nya telah memberikan tuntutan
untuk menerapkan sesuatu perbuatan dengan cara pembiasaan. Contoh bentuk
pelaksanaan metode pengalaman:
a. Latihan
dan pengulangan
b. Latihan
menghafal
c. Latihan
berpikir untuk memperdalam iman
d. Latihan
beribadah
6. Metode
Uswah Hasanah (Keteladanan)
Dimaksud
metode keteladanan di sini yaitu suatu metode pendidikan dengan cara memberikan
contoh yang baik kepada para peserta didik, baik dalam ucapan maupun dalam
perbuatan. Contoh bentuk metode keteladanan yaitu:
a. Keteladanan
disengaja, yaitu pendidik sengaja memberi contoh yang baik kepada para peserta
didiknya supaya dapat menirunya.
b. Keteladanan
tidak disengaja, yaitu pendidik tampil sebagai figur yang dapat memberikan
contoh-contoh yang baik dalam kehidupan sehari-hari.[12]
7. Metode
Pembiasaan
Untuk
melaksanakan tugas atau kewajiban secara benar dan rutin terhadap anak atau
peserta didik diperlukan pembiasaan. Dalam pelaksanaannya diperlukan
pengertian, kesabaran dan ketelatenan orangtua, pendidik dan da’i terhadap
anak/peserta didiknya.
8. Metode
Nasihat
Agar
nasihat ini dapat terlaksana dengan baik, maka dalam pelaksanaannya perlu
memperhatikan bebeberapa hal, yaitu:
a. Gunakan
kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah dipahami.
b. Jangan
sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati atau orang di sekitarnya.
c. Sesuaikan
perkataan dengan umur, sifat dan tingkat kemampuan/kedudukan anak atau orang
yang kita nasihati.
d. Perhatikan
saat yang tepat kita member nasihat.
e. Perhatikan
keadaan sekitar ketika memberi nasihat.
f. Beri
penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi nasihat.
g. Sertakan
ayat-ayat Al-Qur’an, hadis atau kisah para Nabi/Rasul, para sahabatnya atau
orang-orang shalih agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuraninya.
9. Metode
Memberi Perhatian
Biasanya
berupa pujian dan penghargaan. Pujian
dan penghargaan dapat berfungsi efektif apabila dilakukan pada saat dan cara
yang tepat, serta tidak berlebihan.
10. Metode
Hukuman
Hukuman
dapat diambil sebagai metode pendidikan apabila terpaksa atau tidak ada
alternatif lain yang bisa diambil. Agama islam memberi arahan dalam memberi
hukuman (terhadap anak/peserta didik) hendaknya memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. Jangan
menghukum ketika marah.
b. Jangan
sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang kita hokum.
c. Jangan
sampai merendahkan derajat dan martabat orang yang bersangkutan.
d. Jangan
menyakiti secara fisik.
e. Bertujuan
mengubah perilakunya yang kurang/tidak baik.[13]
G.
Pola
Pendidikan Rasulullah
1. Model
Bimbingan Pendidikan Rasulullah.
a. Bimbingan
anak usia 0-7 tahun
Rasulullah
menekankan peran orangtua bagi anak usia 0-7 tahun, yakni dengan cara belajar
sambil bermain; dan mengidentifikasi anak.
b. Bimbingan
anak usia 7-14 tahun
Tahap ini
Rasulullah menekankan pada pembentukan disiplin dan moral.
c. Bimbingan
anak usia 14-21 tahun
Rasulullah
menandaskan pada anak usia ini bimbingan secara dialogis, misalnya diskusi atau
bermusyawarah layaknya teman sebaya.
d. Bimbingan
di atas usia 21 tahun
Rasulullah
membimbing dengan cara “Bil Hikmah,
Mauidzatul Hasanah dan Wazahidatul biya Ahsan” yaitu susunan kata yang
logis dan sesuai kenyataan, menyentuh hati, serta menyampaikan dengan cara
diskusi; karena yang dihadapi adalah manusia dewasa maka bimbingan dan
pendidikan pun harus disampaikan dengan cara bijaksana seperti disebutkan di
atas.
2. Prinsip
Pendidikan Rasulullah
Menurut
Drs. Muhammad Thalib ada 25 asas Islami yang diterapkan oleh Rasulullah dalam
pendidikan, yaitu:
1.
Mengulang-ulang.
2.
Sedikit demi sedikit.
3.
Memilih yang paling
ringan.
4.
Mudah dan luwes.
5.
Dalam kondisi segar.
6.
Memilih waktu yang
tepat.
7.
Memperhatikan bakat.
8.
Mengikuti kecenderungan
anak/peserta didik.
9.
Mengetahui tingkat
kemampuan anak/peserta didik.
10. Berjenjang.
11. Stabil
dan berkelanjutan.
12. Menyesuaikan
perlakuan dengan martabat.
13. Menguji
kemampuan dan keterampilannya.
14. Adil.
15. Menghormati
hak anak/peserta didik sebagai sahabat.
16. Memperlakukan
anak/peserta didik sebagai sahabat.
17. Menimbulkan
sikap saling menolong.
18. Menyeimbangkan
akal dan hati.
19. Bertanya
kepada ahlinya.
20. Selalu
dinamis menguji kebenaran.
21. Tidak
mencampuradukkan kebenaran dan kebatilan.
22. Menjauhi
yang buruk.
23. Menjauhi
kata-kata celaan.
24. Menegakkan
aturan dengan benar.
25. Menghukum
hanya bila perlu.[14]
3. Metode
Pendidikan Rasulullah
a. Metode
Bil Hikmah, Mauizhah Hasanah dan Mujadalah

Artinya: “Serulah manusia kepada jalan Allah dengan
hikmah, pelajaran yang baik, dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari
jalan-Nya, dan Dialaj (juga) yang lebih mengetahui orang yang mendapat
petunjuk” (QS. An-Nahl: 125)[15]
b. Metode
Bertanya
c. Metode
Penyegaran
Dalam memberikan
wejangan atau penerangan agama, NAbi SAW selalu menjaga agar rasa jemu dan
lelah tidak menyelinap masuk dalam hati para pendengarnya. Mereka diberi
kesempatan melepas lelah agar hati mereka tetap terbuka menerima apa yang akan
disampaikan.
d. Metode
Mengenal Kapasitas
Jika berbicara
dengan orang lain Rasulullah SAW selalu melihat kesesuaiannya dengan tingkat
kecerdasan, selain juga menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
e. Metode
Mengalihkan Realitas Indrawi kepada Realitas Kejiwaan
f. Metode
Peragaan
g. Metode
Kiasan
h. Metode
Bertahap
i.
Metode Mengapresiasi
Pertanyaan
j.
Metode Mendekatkan
Realitas Abstrak dalam Bentuk Konkret
k. Metode
Argumentasi
l.
Metode Kisah dan Cerita
m. Metode
Pendekatan Perumpamaan
n. Metode
Mengarahkan kepada Pemikiran yang Bernilai Tinggi.[16]
H.
Hubungan
Ilmu Jiwa dengan Ilmu Pendidikan
Tujuan pendidikan dalam pandangan Islam
banyak berhubungan dengan kualitas manusia yang berakhlak. Ahmad D. Marimba
misalnya mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah identik dengan tujuan hidup
seorang muslim, yaitu menjadi hamba Allah yang mengandung implikasi kepercayaan
dan penyerahan diri kepada-Nya. Sementara itu Mohd. A. al-Abrasyi, mengatakan
bahwa pendidikan budi pekerti adalah jiwa dari pendidikan Islam, dan Islam
telah menyimpulkan pendidikan budi pekerti dan akhlak adalah jiwa pendidikan.
Mencapai suatu akhlak yang sempurna adalah tujuan sebenarnya dari pendidikan.
Selanjutnya al-Attas mengatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah manusia
yang baik. Kemudian Fatah Jalal mengatakan bahwa tujuan umum pendidikan ialah
terwujudnya manusia sebagai hamba Allah.
Jika rumusan dari keempat tujuan
pendidikan Islam dihubungkan antara satu dan lainnya, maka dapat diketahui
tujuan pendidikan Islam adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patuh dan
tunduk melaksanakan segala perintah dan menjauhi larangan-Nya serta memiliki
sifat-sifat dan akhlak yang mulia.
Pendidikan dalam pelaksanaannya
memerlukan dukungan orang tua di rumah, guru di sekolah dan pimpinan serta
tokoh masyarakat di lingkungan. Kesemua lingkungan ini merupakan bagian
integral dari pelaksanaan pendidikan, yang berarti pula tempat dilaksanakannya
pendidikan akhlak.[17]
I.
Pendidik
1. Kompetensi
Guru/Pendidik
Kompetensi
guru atau pendidik adalah segala kemampuan yang harus dimiliki oleh
guru/pendidik sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan benar.[18]
Imam Al Ghazali dalam “Mukaddimah Ihya
Ulumuddin” menjelaskan aturan-aturan yang harus dipenuhi oleh orang yang
berilmu (termasuk guru, pendidik dan ulama) yaitu:
·
Sabar
·
Senantiasa tabah
·
Duduk dengan sikap yang
anggun (rendah hati)
·
Tidak berbangga diri di
hadapan siapa pun, kecuali terhadap para penindas agar mereka merasa kecut.
·
Rendah hati dalam
pertemuan-pertemuan.
·
Tidak bercanda (harus
serius)
·
Baik hati terhadap
penuntut ilmu
·
Tidak angkuh
·
Menuntun yang belajar
dengan cara yang baik
·
Bersedia mengakui
ketidaktahuannya terhadap suatu masalah
·
Penuh perhatian
terhadap siapa pun yang bertanya dan mencoba memahaminya.
·
Menerima pendapat orang
lain
·
Berpihak kepada orang
yang benar
·
Mengingatkan penuntut
ilmu agar tidak menuntut ilmu yang merugikan.
·
Mencegahnya dari
menuntut ilmu demi selain Allah.
·
Mengupayakan agar
penuntut ilmu menunaikan kewajiban pribadinya sebelum menunaikan kewajibannya.
·
Mengoreksi ketakwaan
diri sendiri terlebih dahulu agar penuntut ilmu mengikuti perilakunya dan
memperoleh manfaat dari kata-katanya.[19]
2. Hakikat
Guru
Hakikat
guru adalah mencerdaskan. Ini bisa dilakukan dengan cara memberikan motivasi
kepada siswa, melakukan transfer ilmu secara moderat, melakukan dialog
konstruktif dalam berbagai bidang yang diminati siswa, dan menjadi sahabat yang
hangat bagi siswa.[20]
3. Jenis-jenis
Pendidik
Pendidik dalam
pendidikan Islam ada beberapa macam, yaitu:
a. Allah
SWT.
Sebagaimana
firman-Nya: “Segala puja bagi Allah, rabb
bagi seluruh alam”. (QS. Al-Fatihah:1), dan “Dan (Allah) mengajarkan segala macam nama kepada Adam”. (QS.
Al-Baqarah). Selain itu sabda Rasulullah SAW: “Tuhanku telah mendidikku sehingga menjadi baik pendidikanku”.
Berdasarkan ayat dan hadist tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT sebagai
pendidik bagi manusia.
b. Nabi
Muhammad SAW.
Nabi sendiri
mengidentifikasi dirinya sebagai mu’allim. Nabi sebagai penerima wahyu yang
bertugas menyampaikan petunjuk-petunjuk kepada seluruh umat Islam kemudian
dilanjutkan dengan mengajarkan manusia ajaran-ajaran tersebut. Hal ini
menegaskan tentang kedudukan Nabi sebagai pendidik ditunjuk langsung oleh Allah
SWT.
c. Orang
Tua
Al-Qur’an
menyebutkan sifat-sifat yang dimiliki oleh orang tua sebagai guru, yaitu
memiliki kesadaran tentang kebenaran yang diperoleh melalui ilmu dan rasio
dapat bersyukur kepada Allah, suka menasehati anaknya agar tidak menyekutukan
Tuhan.
d. Guru
Pendidik di
lembaga pendidikan persekolahan disebut dengan guru, yang meliputi guru
madrasah atau sekolah sejak dari taman kanak-kanak, sekolah menengah, dan
sampai dosen-dosen di perguruan tinggi.[21]
4. Kedudukan
Pendidik
Al-Ghazali
mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan
guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang
diuangkapkan oleh Syauki yang berbunyi “Berdiri
dan hormatilah guru dan berilah ia penghargaan, seorang guru itu hampir saja
merupakan seorang Rasul”. Al-Ghazali menyatakan sebagai berikut, “Seseorang yang berilmu kemudian mengamalkan
ilmunya itu dialah yang disebut dengan orang besar disemua kerajaan langit, ia
bagaikan matahari yang menerangi alam sedangkan ia mempunyai cahaya di dalam
dirinya, seperti minyak kasturi yang mengharumi orang lain karena ia harum”.
Seseorang
yang menyibukkan dirinya mengajar berarti dia telah memilih pekerjaan yang
terhormat. Oleh karena itu hendaklah seorang guru memperhatikan dan memelihara
adab dan sopan santun dalam tugasnya sebagai seorang pendidik.[22]
5. Kemampuan
Pendidik dalam Mengajar
Beberapa
kemampuan yang harus dimiliki serta dilaksanakan pendidik ketika ia mengajar,
yaitu:
a. Menguasai
bahan/materi pelajaran
b. Mengelola
program dan proses pembelajaran
c. Mengelola
kelas dengan kondusif, efektif, efisien, serta produktif.
d. Menggunakan
media dan sumber belajar.
e. Menguasai
landasan-landasan kependidikan.
f. Mengelola
interkasi/proses belajar-mengajar.
g. Menilai
prestasi anak/peserta didik untuk kepentingan pengajaran/pembelajaran.
h. Mengenal
serta melaksanakan fungsi serta program bimbingan dan konseling.
i.
Mengenal dan
melaksanakan administrasi sekolah.
j.
Memahami
prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil-hasil penelitian pendidikan guna
keperluan pembelajaran.[23]
6. Tugas
Guru/Pendidik
Menurut
Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya
Ulumuddin dijelaskan ada empat tugas pendidik/pengajar, yaitu:
a. Menunjukkan
kasih sayang kepada pelajar/murid dan menganggapnya seperti anak sendiri.
b. Mengikuti
teladan pribadi Rasulullah
c. Tidak
menunda member nasihat dan ilmu yang diperlukan oleh para murid/peserta didik
d. Menasihati
pelajar/murid serta melarangnya dari akhlak tercela.
Secara umum tugas pendidik adalah:
a. Mujadid,
yakni sebagai pembaharu ilmu, baik dalam teori maupun praktek, sesuai syarat
Islam
b. Mujtahid,
yaitu sebagai pemikir yang ulung.
c. Mujahid
yaitu sebagai pejuang kebenaran.[24]
Mengenai tugas guru, ahli
pendidikan Islam dan ahli pendidikan Barat telah sepakat bahwa tugas guru ialah
mendidik. Mendidik itu sebagian dilakukan diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Dalam
bentuk mengajar
b. Dalam
bentuk dorongan’
c. Dalam
bentuk memuji
d. Dalam
bentuk hukuman
e. Dalam
bentuk pembiasaan
f. Memberi
contoh
Tugas guru secara umum adalah
sebagai “warasat al-anbiya”, yang
pada hakikatnya mengemban misi rahmat lil
al-amin, yaitu suatu misi yang mengajak manusia untuk tunduk dan patuh pada
hokum-hukum Allah SWT, guna memperoleh keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian
misi ini dikembangkan kepada pembentukan kepribadian yang berjiwa tauhid,
kreatif, beramal shaleh dan bermoral tinggi. Selain itu, tugas pendidik yang
utama adalah menyempurnakan, membersihkan, dan mensucikan hati manusia untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT.[25]
J.
Pendidikan
Akhlak Ibn Sina
Pendidikan Ibn Sina dalam pendidikan
akhlak menyatakan bahwa tugas Ibu Bapak atau guru adalah memberi penekanan
kepada pendidikan agama kepada anak-anak, karena hal itu bertujuan untuk
membentuk adab dan akhlak yang baik. Selain itu, Ibu Bapak atau pendidik itu
juga perlulah memberi contoh yang baik kepada anak-anak, karena mereka adalah
golongan pertama yang perlu diberi pendidikan. Ibn Sina berpendapat bahwa
akhlak dapat membawa kesehatan psikologi dan fisik anak-anak. Perlunya setiap
Ibu Bapak memperhitungkan pentingnya pendidikan akhlak ketika mendidik
anak-anak. Ibn Sina berkata, “perhatian
harus diberikan kepada anak-anak jika hendak menjadilan anak itu berakhlak”.
Ibn Sina menyatakan bahwa pembelajaran secara berkelompok adalah lebih baik,
karena minat dan kemampuan belajar dapat saling terkait dan melengkapi antara
satu dengan lain.[26]
K.
Pemikiran
Pendidikan Al-Ghazali
Beliau mengatakan bahwa fungsi
pendidikan ini adalah pencapaian ilmu agama dan pembentukan akhlak. Beliau juga
mengatakan bahwa akhlak yang baik itu adalah sifat bagi Rasul, dan perbuatan
yang terbaik bagi orang-orang yang benar. Dalam kaitannya dengan sifat yang
perlu dimiliki oleh seorang guru, beliau berpendapat bahwa guru perlu member
perhatian pada pelajar dalam aspek kehadiran dalam kelas dan kehidupan seharian
mereka.
Firman
Allah SWT.: “Apakah engkau menyeru
manusia untuk berbuat baik dan kamu melupakan dirimu sendiri, sedangkan kamu
membaca Al-Kitab (Al-Qur’an) apakah kamu tidak berpikir.” (Al-Baqarah :
44). Maksud firman tersebut adalah, peranan guru itu bukan saja menyampaikan
ilmu kepada pelajarnya dan menyuruh mereka melakukan kebaikan, akan tetapi guru
juga turut berperan sebagai model dalam kehidupan pelajarnya. Setiap apa yang
guru lakukan, pelajar akan turut mengikutinya. Jika seorang guru itu lupa atas
apa yang disampaikannya, niscaya pelajarnya tidak akan mengikuti apa yang
diajarkan guru tersebut.[27]
Al-Ghazali berpandangan “idealistik”
terhadap profesi guru. Idealisasi guru, menurutnya adalah orang yang berilmu,
beramal dan mengajar. Orang seperti ini adalah gambaran orang yang terhormat di
kolong langit. Dari sini Al-Ghazali menekankan perlunya keterpaduan ilmu dan
amal. Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi oleh guru (pendidik)
meliputi delapan hal, yaitu:
1. Menyayangi
para peserta didiknya, bahkan memperlakukan mereka seperti perlakuan dan kasih
sayang guru kepada anaknya sendiri.
2. Guru
bersedia sungguh-sungguh mengikuti tuntunan Rasulullah SAW., sehingga ia tidak
mengajar untuk mencari upah atau untuk mendapatkan penghargaan dan tanda jasa.
3. Guru
tidak boleh mengabaikan tugas membari nasihat kepada para peserta didiknya.
4. Termasuk
ke dalam profesionalisme guru adalah mencegah peserta didik jatuh ke dalam
akhlak tercela melalui cara sepersuasif mungkin dan melalui cara penuh kasih
sayang, tidak dengan cara mencemooh dan kasar.
5. Kepakaran
guru dalam spesialisasi keilmuan tertentu tidak menyebabkannya memandang remeh
disiplin keilmuan lainnya.
6. Guru
menyampaikan materi pengajarannya sesuai dengan tingkat pemahaman peserta
didiknya.
7. Terhadap
peserta didik yang berkemampuan rendah, guru menyampaikan materi yang jelas,
konkret dan sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik dalam mencernanya.
8. Guru
mau mengamalkan ilmunya, sehingga yang ada adalah menyatunya ucapan dan
tindakan.[28]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pendidikan adalah segala usaha yang
dilakukan untuk mendidik manusia sehingga dapat tumbuh dan berkembang serta
memiliki potensi atau kemampuan sebagaimana mestinya.
Pendidik dalam Islam ialah siapa saja
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Dalam Islam, orang yang
paling bertanggung jawab adalah orangtua anak didik.
Tujuan pendidikan Islami yaitu berjiwa
tauhid, takwa kepada Allah SWT. rajin beribadah dan beramal shalih, ulil albab,
dan berakhlakul karimah. Prinsip pendidikan Islam yaitu berlangsung seumur
hidup, tidak dibatasi ruang dan jarak, berakhlakul karimah, bersungguh-sungguh
dan rajin, harus diamalkan, serta berguna mewujudkan kemaslahatan kebaikan
hidup. Tujuan serta misi pendidikan nasional sejalan dengan tujuan pendidikan
Islam. Ada banyak metode-metode pendidikan menurut al-Qur’an dan Rasulullah SAW
yang bisa dijadikan contoh bagi seorang guru ataupun calon guru.
B.
Saran
Saran yang dapat penulis berikan ialah
sebagai seorang guru ataupun calon guru bisa untuk mempraktekkan pola
pendidikan baik menurut Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Ini untuk menyeimbangkan
antara ilmu agama dengan ilmu alam. Sehingga dapat menghasilkan siswa/I yang
selain berprestasi di bidang ilmu pengetahuan juga berprilaku sesuai yang
dicontohkan Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Rachman
Assegaf. Aliran Pemikiran Pendidikan
Islam Klasik sampai Modern. 2013. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhammad
Syaifudin. Pengantar Ilmu Pendidikan
Islam. 2012. Yogyakarta: Bahari Press.
Heri Jauhari
Muchtar. Fikih Pendidikan. 2008.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Abuddin Nata. Akhlak Tasawuf. 2002. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Hamka Abdul
Aziz. Pendidikan Karakter Berpusat pada
Hati. Al-Mawardi.
[1] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan
Karakter Berpusat pada Hati, hal.71-72
[2] Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 14
[3] Ibid, hal. 15
[4] Ibid, hal. 150
[5] Muhammad Syaifudin, Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal. 60-61
[6] Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 151
[7] Ibid, hal. 16-18
[8] Ibid, hal. 126-127
[9] Ibid, hal. 128-130
[10] Ibid, hal. 131-133
[11] Hamka Abdul Aziz, Pendidikan
Karakter Berpusat pada Hati, hal. 76 76-90
[12] Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 216-224
[13] Ibid, hal. 19-21
[14] Ibid, hal. 225-228
[15] Al-Qur’an (QS. An-Nahl: 125)
[16] Ibid, hal. 230-236
[17] Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), Cet. IV, hal. 37-39
[18] Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal. 151
[19] Ibid, hal. 154
[20] Muhammad Syaifudin, Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal.65
[21] Ibid, hal. 62
[22] Ibid, hal. 63
[23] Heri Jauhari Muchtar, Fikih
Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), Cet. II, hal.165
[24] Ibid, hal. 155
[25] Muhammad Syaifudin, Pengantar
Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Bahari Press, 2012), hal.66
[26] Abd. Rachman Assegaf, Aliran
Pemikiran Pendidikan Islam Klasik Sampai Modern, (Jakarta: Rajawali Pers,
2013), hal. 96
[27] Ibid, hal. 112
[28] Ibid, 119
0 komentar:
Posting Komentar